Bagi sebagian orang 2009 ini tahun penentuan, terutama bagi yang menjadi caleg, dus dengan diterapkannya suara terbanyak maka akan semakin bergejolak gairah berlomba untuk menuju kursi empuk di parlemen. Begitupun yang bercita-cita menjadi Raja Besar Negeri Nusantara ini, tahun 2009 ajang kompetisi yang menegangkan. Bagaimana dengan nasib kelas proletar pada tahun 2009 ini? Menurut ramalanku (bergaya dikit seperti Mama Lauren), tahun 2009 ini tak ada perubahan baru yang progressif untuk kaum jelata ini. Tahun boleh baru, tapi bencana terhadap kaum buruh kelas pekerja tampaknya tak berubah. Yang baru nanti di tahun 2009 adalah bencana PHK besar-besaran yang bakal menimpa kelas proletar ini. Dan ini bukan ancaman kosong, berbagai organisasi pengusaha dan pengamat sudah mengeluarkan ungkapan serupa, argumentasinya yaaa…karena krisis resesi ekonomi global yang belum menunjukkan pertanda membaik, sehingga hasil produksi tak mampu diserap pasar, sementara costnya semakin tinggi, sehingga tiada jalan lain yang efektif untuk memangkas cost produksi selain merumahkan kaum pekerja. Bagaimana nasib kaum tani, panen gagal, pupuk mahal, lahan semakin terbatas karena penggusuran, kebijakan pembelian harga gabah petani untuk menstabilkan harga mungkin tak akan terjadi karena mungkin impor beras akan tetap dilakukan. Kebijakan reformasi agrarian tetap hanya ada di dalam mimpi, petani boleh saja bekerja keras, tapi miskin adalah pasti. Begitu juga dengan kaum nelayan, pastinya mereka akan semakin terpuruk dalam kemiskinan, terjerat hutang sama tauke-tauke pengumpul ikan, meski negeri ini negeri bahari, ikan dan kekayaan lautnya berlimpah dan tak perlu modal besar untuk menuai hasilnya, tapi tetap saja kaum nelayan sengsara dalam kemiskinannya. Semua ini akan semakin parah, nasib kaum buruh hanya akan bertahan mungkin sampai pada pemilu, pasca pemilu boleh jadi gelombang PHK akan terjadi. Nasib tani dan nelayan pastinya tak akan berubah, karena secara jangka panjang memang tak ada kebijakan yang betul-betul pro pada pemberdayaan kelas jelata ini. Apalagi jelang pemilu 2009 ini, maka para elit penguasa itu pastinya akan sibuk dengan urusan mereka sendiri, urusan berebut dan mempertahankan kekuasaan, berebut jatah dan posisi di jabatan-jabatan dan kursi-kursi kekuasaan. Rakyat jelata tetap terperhatikan, tapi yaaa terperhatikan sebagai tumbal demokrasi prosedural, digiring untuk menuju hiruk pikuk pesta lima tahunan, untuk diklaim sebagai legitimasi kekuasaan, sehingga legal bagi para elit penguasa untuk menindas lima tahun ke depan. Nasib yaa nasib, mengapa jadi begini?! Punya negara tapi tak memakmurkan, punya pemimpin tapi penindas, punya tanah tapi digusur, punya laut tapi terlalu banyak Lanun, punya negeri tapi seperti kuli! Rakyat negeri ini bukannya pemalas dan jangan pernah mengatakan mereka bermental malas, karena negaralah yang justru menindas dan melanggengkan kemiskinan mereka dengan kebijakan yang memiskinkan-menindas. Memang Negara Bermental Penindas! Bangunlah Kaum Yang Lapar, Bangunlah Kaum Tertindas, Cukup sudah Negara!
22 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar